Senin, 29 Juli 2019

Lengkapi Kegagalan Anies, PTUN Wajibkan Gubernur Cabut SK Reklamasi



detik news - Sebagai pejabat negara, Gubernur DKI Anies Baswedan harus belajar kepada majelis hakim PTUN Jakarta. Yang dimaksud adalah menjamin kepastian hukum agar iklim investasi di wilayahnya tidak menjadi korban kepentingan politik.

Kita pasti paham bahwa proyek reklamasi pantai utara Jakarta, yang menuai pertentangan dari berbagai kubu pembawa kepentingan, menimbulkan pro kontra, antara cara pandang yang pro lingkungan hidup dengan pihak pembawa misi ekonomi.

Yang membuat kita miris, adalah ketika pilgub DKI berlangsung, pertentangan itu dijadikan komoditas untuk kepentingan masing-masing cagub. Cagub petahana yang dalam hal ini membela misi kepastian hukum, tentu saja menentang lawannya yang ingin proyek tersebut dihentikan.

Tak terpikirkan sedikit pun oleh Anies-Sandi ketika itu, bahwa proyek itu sudah dilaksanakan dan telah mendapatkan landasan hukumnya berupa Keppres. Dan bahkan para investor telah memulai menanamkan investasinya yang tidak kecil.

Kita harus bedakan seandainya proyek tersebut belum memasuki tahap eksekusi. Dalam kasus ini kita melihat para penguasa kurang menyelami dampak dari obsesi mereka. Bayangkan kalau kebiasaan memaksakan kehendak ini, dibaca oleh para calon investor. Mereka niscaya akan selalu mempertanyakan tentang kepastian hukum, seandainya modal mereka terlanjur ditanamkan dalam suatu proyek.

Seakan-akan modal investasi yang tak ada kaitannya dengan untung rugi di pihak pemerintah, tak perlu mendapat perlindungan. Sementara jika dicermati lebih mendalam, keputusan semacam itu sungguh merugikan bagi masa depan perekonomian.

Kita pasti cukup mengerti bahwa di kalangan pengusaha, terdapat ikatan chemistry yang kuat disamping persaingan yang ketat pula di antara mereka. Ketika mereka menghadapi lawan bersama berupa peraturan yaang tidak pro kepada para investor, tentu cara mereka menghadapinya pun memiliki karakteristik tertentu.

Terbukti dengan diajukannya gugatan kepada PTUN, hal ini menunjukkan ada dukungan kuat dari para calon investor kepada pengembang reklamasi. Mereka niscaya ingin melihat hasil dari gugatan pengembang, dan kalau membuahkan hasil, maka mereka cukup lega, karena jaminan terhadap hukum itu masih dapat diandalkan.

Di pihak lain, seandainya putusan PTUN itu telah memiliki kekuatan tetap, pihak Pemprov akan menelan pil pahit, meskipun kita masih bertanya-tanya apakah para pejabatnya memiliki perasaan yang sama terhadap perlawanan dari pihak pengembang ?

Kita hanya ingin memastikan, apakah benar Gubernur menerbitkan keputusannya untuk membatalkan keputusan dari pejabat sebelumnya, didasari kebepihakannya kepada pihak yang pro lingkungan ? Karena saat ini publik mulai berprasangka tidak baik. Dengan diterbitkannya IMB bagi bangunan yang telah berdiri di pulau-pulau reklamasi, yang repotnya tidak memiliki landasan hukum yang kuat, telah mencederai rasa keadilan warga Jakarta.

Bagaimana kita melihat posisi Gubernur, ketika di satu sisi dia menghendaki dihentikannya proyek reklamasi, namun dia juga memberikan Ijin kepada bangunan yang telah berdiri di atasnya ? Di sini kita melihat dia sedang menjalankan taktik mendua.

Kalaupun keputusan memberikan IMB itu beralasan untuk mengamankan investasi yang terlanjur digelontorkan, seharusnya cara pikir itu juga berlaku bagi pulau-pulau lain yang sedang dalam tahap penimbunan. Toh kasusnya setali tiga uang, artinya investasi secara keseluruhan telah terlanjur dikeluarkan oleh pengembang.

Barangkali salah satu pertimbangan putusan PTUN, adalah inkonsistensi Gubenur dalam memutuskan kebijakannya yang terkesan berpikir sektoral. Kalau untuk bangunan yang telah berdiri, meskipun sebelumnya dianggap ilegal, dia berani menerbitkan IMB, sementara untuk pulau-pulau lainnya justru menghendaki tidak dilanjutkan, dapat dipersepsikan sebagai kebijakan yang tidak konsisten.

Dari cara pandang lainnya, kita melihat kebijakan menghentikan reklamasi ini, sebagai upaya pembuktian atas janji-janji kampanye dirinya. Boleh jadi Gubernur ingin menunjukkan bahwa janji kampanyenya telah dipenuhi dengan dihentikannya sebagian proyek reklamasi.

Rangkaian pembelaannya terhadap diterbitkannya IMB, membuktikan Anies berupaya membedakan perlakuan antara pulau yang telah selesai ditimbun, dengan pulau yang masih dalam proses penimbunan. Sementara posisi keduanya tidak berbeda, karena pengembang pun sebenarnya telah melakukan penimbunan di pulau-pulau yang belum tampak bentuknya sebagai daratan reklamasi.

Publik tentu sedang menunggu dengan harap-harap cemas, bagaimana kelanjutan putusan PTUN Jakarta. Jika kelak telah memiliki kekuatan hukum tetap, lengkaplah kegagalan Anies memenuhi seluruh janji kampanyenya.

Sumber: Seword.com
Share:

0 komentar:

Posting Komentar