detik news - Keputusan Presiden
Soekarno untuk menjadikan Jakarta sebagai ibukota negara tidak sembarangan. Ada ide dan gagasan besar di balik keputusan tersebut.
Wakil Ketua DPR
Fahri Hamzah menguraikan bahwa sejarah Jakarta sebagai ibukota tidak bisa dilepas dari kunjungan 19 hari Soekarno ke Amerika Serikat pada 16 Mei 1956.
Fahri bahkan menceritakan kisah tersebut kepada anggota Kongres AS yang dipimpin David Price saat berkunjung ke DPR, Rabu (31/7/2019).
Bung Karno datang untuk belajar sesuatu. Bukan sekadar Amerika sebagai sebuah negara, atau bangsa, atau orang, tetapi juga Amerika sebagai kerangka berpikir, Amerika sebagai pusat ide.
Penegasan itu, kata Fahri, disampaikan saat ayah Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri tersebut menginjakkan kaki di Washington DC.
“Seperti dikutip oleh National Geographic, itulah pernyataan pertama oleh Presiden Republik Indonesia setibanya di Amerika Serikat. Kunjungan ini merupakan rangkaian perjalanan Si Bung Besar, pemimpin negeri raksasa muda, ke Amerika Serikat dan Eropa Barat selama Mei-Juli 1956,” ujarnya dalam akun Twitter pribadi, Kamis (1/8).
Pendiri Garbi itu juga menukil wawancara Cyndi Adams dengan Bung Karno. Terungkap bahwa bapak proklamator RI pengagum Amerika, mulai dari film-film Amerika, hingga selebritas pemeran filmnya.
“Namun, saat Perang Pasifik, Bung Karno pernah berbalik. Tapi, ketika menjadi presiden beliau berbalik lagi,” tegasnya.
Singkatnya, Fahri ingin menyebut bahwa Bung Karno merupakan pemikir besar, ide tentang negara dan ibukota juga besar. Bung Karno adalah arsitek yang tidak saja mendesain tata negara, tapi tata kota dan bangunan fisik negara.
“DKI Jakarta menurut saya adalah warisan
Bung Karno, imajinasi setelah kunjungan itu,” sambungnya.
Fahri mengatakan, tanpa ide besar, Indonesia tidak akan sanggup melahirkan sebuah kebanggaan. Ibu kota adalah ibu dengan segala makna yang mungkin dikandung oleh kata itu.
Artinya, membangun ibukota bukan seperti proyek pemekaran seperti yang dimoratorium oleh pemerintah sekarang.
Dia pun menilai bahwa orang yang paling bertanggung jawab jika ibukota pindah, bukan Presiden
Joko Widodo tapi
Anies Baswedan.
“Karena tidak bisa menjelaskan kepada publik bahwa Daerah Khusus Ibukota Jakarta peninggalan Bung Karno ini dan pengembangan wilayahnya tidak saja cukup tapi tetap harus menjadi Ibukota NKRI,” ujarnya.
Fahri berharap kepada Anies sebagai penerus Jokowi di Jakarta dan Jokowi sebagai penerus Bung Karno untuk bertemu dan bertukar pikiran.
“Jangan serahkan urusan ini kepada Pimpro dan pengembang apalagi penjaja utang. Kita punya masalah serius, kita perlu orang yang berpikir serius dan bekerja untuk membangun kebanggaan,” kata Fahri.
“Kalau kita berantem boleh untuk irisan lain. Tapi jangan tentang ibukota kita. Warisan Bung Karno ini mahal dan jangan ditinggalkan,” tutupnya.
Sumber: pojoksatu.id